Hadromaut After Year

By: Khairul Amri Hatta

Seakan durasi singkat berlalu bersama lajunya tahun kemarin yang disusul tahun ini, sejak hijrah ke Mukalla yang lembab, di bumi Hadromaut. Awal mulanya dimulai dari sebelah Utara Yaman, di Kota Sana`a yang semakin mengigil, saat menuntut hijarah dari Kota Ilmu itu menuju selatan Yaman yang kelabu. Untuk melanjutkan estafet kuliah di salah satu kampus, cabang Universitas Al-Iman. Aku hanya membawa beberapa barang yang penting yang dibutuhkan dan bisa menjadi bekal menuntu ilmu di sana. Sebagian besar sisa barangku kutitipkan di gudang Universitas pusat yang juga tidak memungkinkan untuk dijak berpetualangan, termasuk di antaranya  pakaian-pakain tebal yang hanya layak dipakai di Sana`a  yang beriklim dingin dan dingin sekali itu, meliahat tempat tujuanku memiliki pertentangan iklim yang hapir serupa dengan Konfilk anatar penduduk Utara dan selatan Yaman sejak dulu hingga sekarang. Panas dan Panas sekali adalah cuaca yang memaksa penduduknya untuk terus haus dan terus minum, sangat beda di Sana`a, jika dingin sedang minus, seseorang akan berfikir dua kali untuk minum hanya untuk sekedar mengurangi ikatan social dengan WC yang dingin Airnya nyaris  melumpuhkan persendian.

Diambil selepas sholat `Ied di jembatan Sittin dekat medan Revolusi Yaman. Jubah, selendang, dan Jas adalah wujud pakaian sehari-hari bagi penduduk Sana`a untuk menjaga kehangatan tubuh dari suhu dingin.

Sama halnya dengan Universitas Al-Iman  Pusat, di cabang Hadromaut sangat menjaga ketat regulasi-regulasi serupa dengan yang di pusat. Hanya terdapat beberapa titik plus jika dibandingkan dengan pusat. Disebabkan jaminan keamana, pihak Univ  pusat mengecualikan mahasiswa-mahasiswa Asing  untuk tidak mengikuti program `Tatbiq Amaly`, atau  program dakwah mingguan bagi mahasiswa yang mendapat giliran manjadi `Dai utusan ke pelosok Yaman. Tetapi di Hadromaut, Aku dan beberapa kawan Indonesia harus ikut terhanyut dalam program Dakwa itu.

Lantai kedua dalam gedung Universitas Al-Iman cabang Hadromaut

Awalnya Aku bingung, apa yang akan kuucapkan dihadapan para jama`ah pribumi Yaman di Mesjid ketika ikut misi dakwa ke pelosok. Berceramah dalam bahasa Indonesia pun masih terbatah-batah, apalagi dengan Bahasa asing ?!, ternyata bukan hanya Aku yang mengalami krisis mental ini kawan.., mahasiswa-mahasiswa Yaman tahun pertaman yang masih pemula dan belum berpengalaman pun  megalami hal yang serupa juga. mungkin soal semangat dan keberanian Aku masih sedikit punya, sehingga Aku kembali memacu otak untuk mendapatkan solusi masalah ini. Kudapat salah satu senior yang cukup rajin mengoleksi konsep ceramah, dan Khutbah-khutbah pilihan. Kuhapalkan dan diam-diam kupraktekkan dua konsep darinya.

Beberapa Ilustari singkat sewaktu  Dakwa ke pedalaman Yaman

Beranjak dari cerama perdanaku,  berbekal dua Konsep, dimulailah kisah petualang ke daerah-daerah tepencil Hadromaut, sekaligus menjadi kunci bagi pintu-pintu daerah yang belum Aku kunjungi di pedalaman Yaman sana, yang akan terus menghiasi Bulan-bulan yang kulalui di Negeri ini.  Sebuah rekreasi dakwah yang tidak mungkin kuterka  sewaktu masih ditanah air dulu.

Puncak bukit di salah satu daerah Hadromaut yang disebit Duu`an, perumahan yang tampak kecil, di kaki bukit itu, adalah tempat ceramah perdanaku kuhebuskan.

Melalui program `Tatbiq `amaly` ini, terlahir banyak kisah pengalaman-pengalam menarik yang tak sanggup kutulis kefantastikan peristiwa menarik yang kualami disini. Maka itu,  Aku berharap tulisan bergambar ini mudah-mudah bisa menjadi pemicu untuk tetap terus dan belajar menulis.

About negeriquran

Masih Tetap Sebodoh yang dulu Lihat semua pos milik negeriquran

Tinggalkan komentar